Pada tanggal 18 April 1984, sebuah hotel yang digunakan oleh wartawan asing selama Perang Saudara Lebanon, “Hotel Beirut” menjadi target serangan oleh milisi Hezbollah. Serangan tersebut mengakibatkan 36 wartawan asing disandera selama beberapa hari oleh kelompok militan tersebut. Peristiwa ini dikenal sebagai “War Hotel” atau “Beirut Hostage Crisis”.
Latar Belakang Konflik di Lebanon
Perang Saudara Lebanon yang terjadi pada 1975-1990 adalah konflik yang sangat rumit dan mematikan antara beberapa faksi politik dan agama di Lebanon. Perang tersebut dipicu oleh ketidakpuasan beberapa kelompok terhadap pemerintahan yang didominasi oleh agama Kristen Maronit. Selama konflik, faksi-faksi tersebut sering kali menggunakan kekerasan dan taktik militer untuk memperkuat posisi mereka.
Pada tahun 1982, Israel melancarkan invasi ke Lebanon untuk mengusir kelompok Palestina yang beroperasi di negara itu dan untuk membentuk zona keamanan di selatan Lebanon. Tindakan Israel memicu peningkatan ketegangan dan kekerasan di negara itu, termasuk serangan balasan oleh kelompok-kelompok militan seperti Hezbollah.
Milisi Hezbollah sendiri baru terbentuk pada tahun 1982 sebagai tanggapan terhadap invasi Israel ke Lebanon, yang saat itu sedang dilanda perang saudara. Hezbollah memperoleh dukungan dari Iran dan Suriah, serta mendapatkan pengaruh yang signifikan dalam politik Lebanon.
Hotel Beirut: Basis Wartawan Asing
Hotel Beirut, atau yang juga dikenal sebagai “War Hotel”, terletak di jantung kota Beirut. Hotel ini menjadi tempat tinggal dan kantor bagi banyak wartawan asing yang meliput konflik di Lebanon. Sebagai basis operasi wartawan, hotel ini merupakan target yang menarik bagi kelompok-kelompok yang ingin menarik perhatian dunia internasional. Karena lokasinya yang strategis dan aksesnya yang mudah, hotel tersebut menjadi target bagi kelompok-kelompok militan yang terlibat dalam konflik.
Serangan di Hotel Beirut
Pada pagi hari tanggal 18 April 1984, sekitar 30 anggota Hezbollah menyusup ke Hotel Beirut dan dengan cepat mengambil alih kendali atas gedung tersebut. Mereka menempatkan bom di lobi hotel dan memerintahkan semua orang untuk menyerahkan paspor mereka dan berkumpul di lantai bawah.
Para sandera yang disandera oleh Hezbollah terdiri dari 36 wartawan asing dari berbagai negara, termasuk Inggris, Amerika Serikat, Perancis, dan Jerman. Mereka semua dipaksa untuk tinggal di dalam kamar mereka dan hanya diperbolehkan keluar untuk makan dan menggunakan kamar mandi. Para sandera tersebut juga diinterogasi dan dipaksa untuk membuat pernyataan politik yang direkam oleh kelompok militan tersebut.
Setelah beberapa hari negosiasi yang sulit, para wartawan asing diperbolehkan untuk meninggalkan hotel pada tanggal 21 April. Namun, Hezbollah menculik empat orang, termasuk penulis Inggris John McCarthy.
John McCarthy, yang bekerja untuk majalah Inggris The Sunday Telegraph, diculik dan ditahan oleh milisi Hezbollah selama lebih dari lima tahun. Dia kemudian dibebaskan pada tahun 1991 dan menceritakan pengalamannya selama penyanderaan di bukunya yang berjudul “Some Other Rainbow”.
Selain McCarthy, beberapa wartawan asing lainnya juga menjadi korban serangan tersebut. Salah satu di antaranya adalah seorang jurnalis Prancis yang bernama Jean-Paul Kauffmann, yang ditahan selama lebih dari tiga tahun sebelum dibebaskan pada tahun 1988. Dia menulis buku tentang pengalamannya selama penyanderaan yang berjudul “The Dark Room”.
Para sandera yang disandera di Hotel Beirut menjadi pusat perhatian media internasional. Mereka menyampaikan pesan mereka kepada dunia melalui wawancara dan surat yang dikirim dari dalam hotel. Peristiwa ini menunjukkan bahaya bagi wartawan yang bekerja di zona konflik dan pengaruh kekuatan militer dan politik yang dapat merusak kehidupan mereka.
Peristiwa War Hotel juga menimbulkan pertanyaan tentang peran media dalam konflik dan bagaimana mereka dapat melindungi diri mereka sendiri saat meliput peristiwa-peristiwa berbahaya. Sebagai tanggapan atas insiden ini, banyak organisasi media mulai memberikan pelatihan dan perlengkapan kepada wartawan yang bekerja di zona konflik, termasuk peralatan pelindung dan asuransi kesehatan.